PENGALAMAN PERTAMA KALI MERANTAU
March 07, 2019![]() |
Momen ketika salah satu dari kami ulang tahun. |
Tahun 2008 adalah tahun pertama gue
merantau. Jauh dari rumah, keluarga, dan tentunya jauh dari kenyamanan rumah.
Kala itu, tepat di bulan Juli, gue diantar sama keluarga untuk merantau di
Sragen, tepatnya di Kecamatan Gemolong.
Kenapa merantau ke Sragen? Emang di
Sragen ada apa? Bukannya Sraget itu tempatnya kering, panas, dan termasuk salah
satu kabupaten tertinggal di Jawa Tengah. Iya, kalian gak salah kok, udara di
Sragen emang panas. Kalau boleh lebay, matahari menyinari bumi Sragen tanpa melewati
penyaringan ultraviolet oleh ozon terlebih dahulu. Jadinya kalau kulit terkena
sinar matahari, rasanya cekat-cekit kayak pakai pakaian yang habis disetrika
gitu. Usaha kalaian memutihkan kulit selama satu tahun terakhir dapat di
gagalkan hanya dengan mengikuti upacara 17 Agustusan di lapangan hahaha.
Tapi, bagaimanapun keadaannya, Sragen
merupakan salah satu tempat historis buat saya. Berkat pemerintah Kabupaten
Sragen juga, saya dapat mengenyam pendidikan di salah satu SMA ternama, yaitu
SMA Negeri Sragen Billingual Boarding School (SBBS). Sekolah ini merupakan
sekolah kerja sama antara pemerintah kabupaten Sragen dengan yayasan Pasiad
dari Turki. So, guru-gurunya juga
banyak yang dari Turki. Asik kan? Lumayan! Tapi juga mumet! Yang pasti adalah
momen tiga tahun SMA gue jadi berkesan banget deh.
Okay, kembali lagi ke pengalaman
pertama gue merantau. Salah satu momen tersedih dalam merantau adalah ketika
perpisahan. Setelah memastikan bahwa gue udah dapat tempat tidur, sudah
merapikan pakaian di lemari, akhirnya keluarga gue pamit untuk kembali ke
Magelang. Yaaah… gue sekarang benar-benar sendiri deh.
Di hari pertama, gue merasa sangat
kikuk dengan lingkungan baru, lingkungan asrama. Segala habit gue berubah 100%. Dari semula me first, menjadi together.
Tidak ada kamar privasi.. Satu ruangan kamar diisi sekitar 10-16 siswa. So,
jangan tanya bagaimana ramainya. Udah nyaingin pasar! Tidak ada pula kamar
mandi pribadi. Semuanya harus di share
dengan teman-teman.
Beberapa hari pertama tinggal di
asrama terasa sangat berat, jauh dari orang tua, segalanya harus dilakukan
secara mandiri. Terlebih lagi saat itu fasilitas asrama kami belum memadai.
Kamar mandi hanya tersedia 6 untuk 69 siswa. So, jangan tanya bagaimana keadaan
kami ketika subuh. Antrian kamar mandi sudah seperti antrian pembagian Bantuan
Langsung Tunai di Kantor Pos. Panjang mengular. Bahkan, dalam suatu waktu,
saking kebeletnya pipis, temen gue tiba-tiba jongkok di pojokan, dan buang air
disitu. Ya, that’s interesting.
Menjadi salah satu kenangan yang tidak terlupkan.
Selain keterbatasan kamar mandi, ketersediaan
air yang tidak menentu, kadang-kadang hidup, kadang-kadang mati juga menjadi
masalah besar bagi kami. Bahkan di awal-awal kami tinggal di asrama, mandi
adalah sesuatu yang istimewa. Jangan kaget kalau menemui teman yang sudah dua
hari enggak mandi. That’s common for us.
Salah satu peraturan di asrama gue
adalah setiap siswa hanya boleh pulang ke rumah setiap dua minggu sekali. So, setelah dua minggu berada di asrama,
tibalah saatnya untuk pulang sejenak. Melepas rindu dengan keluarga dan
terutama kamar mandi! Yups, gue rindu
kamar mandi yang tidak perlu antri untuk menggunakannya. Perjalanan pulang ke
Magelang memakan waktu sekitar 4 jam dengan menggunakan bus. Rombongan dari
Magelang, yang kami namai Magelangers berjumlah sekitar 12 orang. Kami selalu
bareng-bareng jika mau pulang kampung. Ngeri coy kalau sendiri. Di terminal
Tirtonadi kala itu masih banyak preman yang malak-malak minta duit. Terlebih
lagi ketika itu, kami masih kecil-kecil gitu. Masih menjanjikan kalau diculik.
Setelah berpusing-pusing ria di dalam
bus, akhirnya gue tiba di rumah sekitar pukul 19.00 WIB. Setibanya di rumah,
rasanya air mata gue mau tumpah. Ingin rasanya gue meluapkan segala emosi yang
telah gue pendam selama dua minggu. Namun karena gue laki-laki, tentunya gak
mau terlihat cengeng di depan kedua orang tua gue. Terlebih lagi ini semua
adalah pilihan gue untuk sekolah di SBBS. Makanya, gue harus menerima segala
konsekuensinya meskipun itu semua lebih pahit daripada pare hijau tua.
Setelah meletakkan barang-barang di
kamar, gue langsung ke kamar mandi. Di situ gue bebas menumpahkan air mata gue
sebanyak-banyaknya. Rasanya gue pengen berteriak sekencang-kencangnya, “Gue
rindu kamar mandi ini!!!” Ya, malam itu meskipun udara di Magelang cukup
dingin, gue nyempetin untuk mandi. Inilah mandi ternyaman gue selama dua minggu
terakhir. Gak ada rasa terburu-buru. Gak perlu hemat-hemat air. Dan tentunya
gak perlu antre!
Sebulan telah berlalu terasa begitu
lambat. Namun, seiring berjalannya waktu, gue merasa lebih nyaman tinggal di
lingkungan asrama. Ternyata, faktor teman sangat berpengaruh terhadap
kenyamanan kita untuk tinggal di suatu tempat yang baru. Saya sangat beruntung mempunyai
teman-teman yang baik, sepemikiran, dan tentunya rame. Meskipun dengan segala
keterbatasan fasilitasnya, kehidupan di lingkungan asrama SBBS terasa lebih
menyenangkan. Semua itu karena keberadaan teman-teman yang sangat mengasikkan. Jadi
inti dari postingan gue ini adalah jika kalian mau betah tinggal di perantauan,
seburuk apapun tempat yang kalian tempati, pertama-tama carilah teman yang
se-frequensi dengan kalian. Cari sahabat sebanyak-banyaknya. Merekalah keluarga
baru kita di perantauan yang akan membuat kita merasa betah diperantauan.
0 komentar